BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Republik Korea (bahasa Korea: Daehan Minguk (Hangul: 대한민국; Hanja: 大韓民國); bahasa Inggris: Republic of Korea/ROK) biasanya dikenal sebagai Korea Selatan, adalah sebuah negara di Asia Timur yang meliputi bagian selatan Semenanjung Korea. Di sebelah utara, Republik Korea berbataskan Korea Utara, di mana keduanya bersatu sebagai sebuah negara hingga tahun 1948. Laut Kuning di sebelah barat, Jepang berada di seberang Laut Jepang (disebut "Laut Timur" oleh orang-orang Korea) dan Selat Korea berada di bagian tenggara. Negara ini dikenal dengan nama Hanguk (한국; 韓國). oleh penduduk Korea Selatan dan disebut Namchosŏn (남조선; 南朝鮮; "Chosŏn Selatan") di Korea Utara. Ibu kota Korea Selatan adalah Seoul (서울).
Korea Selatan terlibat konflik berkepanjangan dengan Korea Utara, bahkan kedua negara ini pernah berperang pada 25 Juni 1950 sampai 27 Juli 1953 yang dinamakan “Perang Yang Dimandatkan” (B.Inggris: Proxy War). Hingga sampai saat inipun kedua negara ini saling berperang dan memegang kubu yang berbeda, Korea Selatan bergabung dengan Amerika Serikat dan sebaliknya Korea Utara bergabung dengan Uni Soviet. Adanya konflik inilah yang membuat Korea Selatan mewajibkan adanya Wajib Militer bagi para pemuda Korea Selatan yang berusia di atas 20 tahun.
B. RUMUSAN MASALAH
Makalah ini akan membahas permasalahan-permasalahan berikut ini:
1. Wajib Militer, Sejarah Wajib Militer dan Kemiliteran di Korea Selatan
2. Perbandingan Korea Selatan dan Korea Utara (dua negara yang bersaudara namun bermusuhan)
3. Perbandingan Korea Selatan dan Indonesia (dua negara yang bernasib sama namun berbeda lajur perkembangannya)
4. Kemiliteran di Indonesia dan
5. Bagaimana jika Wajib Militer di Korea Selatan di aplikasikan di Indonesia.
C. TUJUAN MASALAH
Penulis mengambil pembahasan ini bertujuan untuk:
1. Mempelajari secara lebih mendalam tentang Sistem Wajib Militer yang ada di Korea Selatan
2. Mempelajari tentang konflik yang terjadi di antara Korea Selatan dan Korea Utara, dan
3. Membandingkan Indonesia dengan Korea Selatan, Negara yang dahulunya memiliki banyak kesamaan dengan Indonesia
D. KEGUNAAN PENULISAN
Saya sangat berharap makalah saya ini bisa berfungsi kepada pembaca sebagai:
1. Pembanding kemiliteran di negara kita Indonesia dengan negara yang bernasib sama seperti kita namun memiliki kekuatan militer yang hebat.
2. Pengkoreksi kesalahan apa yang kira-kira ada di Indonesia sehingga negara kita ini sulit untuk maju dan kita bisa memperbaikinya suatu saat kelak dengan bercermin dari negara lain.
E. KERANGKA KONSEPTUAL
Makalah ini dibuat dengan menggunakan deskriptif analisis yang mana akan mendeskripsikan secara langsung tentang wajib militer di Korea Selatan berdasarkan kumpulan-kumpulan data yang telah ada kemudian menganalisisnya sehingga kita bisa mengkajinya dan membandingkannya dengan negara kita, Indonesia, atau bila mungkin mengambil manfaat darinya untuk kemajuan Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN WAJIB MILITER
Wajib militer atau seringkali disingkat sebagai wamil adalah kewajiban bagi seorang warga negara berusia muda, biasanya antara 18 - 27 tahun untuk menyandang senjata dan menjadi anggota tentara. Yang harus wamil biasanya adalah warga pria. Warga wanita biasanya tidak diharuskan wamil, tetapi ada juga negara yang mewajibkannya, seperti di Israel dan Suriname. Mahasiswa juga biasanya tidak perlu ikut wamil.
Negara yang mengenal wamil yakni negaraIndonesia, Belarus, Brasil, Bulgaria, RepublikCina, Eritrea, Estonia, Finlandia, Israel, Korea Selatan, Kroasia, Lebanon, Malaysia, Mesir, Norwegia, Polandia, Romania, Rusia, Siprus, Singapura, Suriname, Swedia, Swiss, Taiwan, Turki, Ukraina, Venezuela, Yunani.[1]
Ada 3 kriteria terpenting dalam kekuatan militer di suatu negara, 3 kriteria tersebut adalah: Jumlah pasukan, tingkat pelatian, dan sifat perlengkapan militernya.
Kita bisa mempersoalkan pembedaan antara yang terlatih dengan yang diperlengkapi dengan baik, karena kita bisa menganggap suatu bangsa yang mempunyai perlengkapan militer yang canggih akan mampu memperoleh tenaga-tenaga yang ahli dan terlatih, meskipun negara tersebut negara yang bisa dibilang terbelakang, bisa jadi negara itu mendapatkan perlengkapan-perlengkapan militer yang canggih dari negara-negara maju.
Contoh: Perang Arab-Israel yang teradi pada tahun 1967, Arab memiliki jumlah tentara dan perlengkapan yang unggul tapi tidak terlatih, namun Arab bisa dikalahkan oleh tentara-tentara Israel yang jumlahnya lebih sedikit namun terlatih dengan baik.[2]
B. TUJUAN WAJIB MILITER
Adanya Wajib Militer ini bertujuan untuk mempersiapkan para pemuda negara tersebut dengan teknik dasar militer sehingga siap membela negaranya jika sewaktu-waktu terjadi ancaman invansi dari negara lain dan militer kekurangan pasukan.[3]
Kendati tugas utama kekuatan militer adalah untuk melindungi negara terhadap serangan negara lain, dan bila dianggap perlu digunakan sebagai pengambil keputusan politik luar negeri dalam peperangan. Peran pasukan militer yang paling penting adalah kapasitasnya untuk mencegah terjadinya kerusuhan sosial dan politik di dalam negeri yang akan meruntuhkan rezim pemerintah yang ada, atau yang akan menimbulkan kehancuran.
Peran militer di dalam negeri antara lain adalah pemanfaatan pasukan pada saat terjadi bencana alam, namun peranan militer yang utama adalah menekan kekerasan yang ada di dalam negeri.
Namun, ada kalanya kekuatan militer yang terlalu besar di dalam negeri akan menjadi ancaman bagi rezim yang memerintah.
Contoh: Terjadinya kudeta militer di Amerika selatan.[4]
C. WAJIB MILITER DI KOREA SELATAN
1. SEJARAH
Korea dimulai dengan pembentukan Joseon (atau lebih sering disebut dengan Gojoseon untuk menhindari persamaan nama dengan Dinasti Joseon pada abad ke 14) pada 2333 SM oleh Dangun. Gojoseon berkembang hingga bagian utara Korea dan Manchuria. Setelah beberapa kali berperang dengan Dinasti Han Gojoseon mulai berdisintegrasi.
Dinasti Buyeo, Okjeo, Dongye dan konfederasi Samhan menduduki Semenanjung Korea dan Manchuria Selatan. Goguryeo, Baekje, and Silla berkembang mengatur Tanjung Korea yang dikenal dengan Tiga Kerajaan Korea. Untuk pertama kalinya Semenanjung Korea berhasil disatukan oleh Silla pada tahun 676 menjadi Silla Bersatu. Para pelarian Goguryeo yang selamat mendirikan sebuah kerajaan lain di sisi timur laut semenanjung Korea, yakni Balhae. Hubungan antara Korea dan China berjalan dengan baik pada masa Dinasti Silla. Kerajaan ini runtuh akibat adanya kerusuhan dan konflik yang terjadi di dalam negeri pada abad ke 10, Kerajaan Silla jatuh dan menyerah kepada dinasti Goryeo pada tahun 935.
Silla Bersatu akhirnya runtuh di akhir abad ke-9, yang juga mengakhiri masa kekuasaan Tiga Kerajaan. Kerajaan yang baru, Goryeo, mulai mendominasi Semenanjung Korea. Kerajaan Balhae runtuh tahun 926 karena serangan bangsa Khitan dan sebagian besar penduduk serta pemimpinnya, Dae Gwang hyun, mengungsi ke Dinasti Goryeo. Tahun 993 sampai 1019 suku Khitan dari Dinasti Liao meyerbu Goryeo, tapi berhasil dipukul mundur. Kemudian di tahun 1238, Goryeo kembali diserbu pasukan Mongol dan setelah mengalami perang hampir 30 tahun, dua pihak akhirnya melakukan perjanjian damai.
Pada tahun 1392, Taejo dari Joseon mendirikan Dinasti Joseon setelah menumbangkan Goryeo. Raja Sejong (1418-1450) mengumumkan penciptaan abjad Hangeul. Antara 1592-1598, dalam Perang Imjin, Jepang menginvasi Semenanjung Korea, tapi dapat dipatahkan oleh prajurit pimpinan Admiral Yi Sun-shin. Lalu pada tahun 1620-an sampai 1630-an Dinasti Joseon kembali menderita serangan dari (Dinasti Qing).
Pada awal tahun 1870-an, Jepang kembali berusaha merebut Korea yang berada dalam pengaruh Cina. Pada tahun 1895, Maharani Myeongseong dibunuh oleh mata-mataJepang. Pada tahun 1905, Jepang memaksa Korea untuk menandatangani Perjanjian Eulsa yang menjadikan Korea sebagai protektorat Jepang dan pada 1910 Jepang mulai menjajah Korea. Perjuangan rakyat Korea terhadap penjajahan Jepang dimanifestasikan dalam Pergerakan 1 Maret dengan tanpa kekerasan. Pergerakan kemerdekaan Korea yang dilakukan Pemerintahan Provisional Republik Korea lebih banyak aktif di luar Korea seperti di Manchuria, Cina dan Siberia.
Dengan menyerahnya Jepang di tahun 1945, PBB membuat rencana administrasi bersama Uni Soviet dan Amerika Serikat, namun rencana tersebut tidak terlaksana. Pada tahun 1948, pemerintahan baru terbentuk: Korea demokratik (Korea Selatan) dan komunis (Korea Utara) yang dibagi oleh garis lintang 38 derajat. Pada 1950, Korea Utara menginvasi Korea Selatan yang dikenal dengan nama Perang Korea.
Invasi serta ketegangan dengan Korea Utara telah mendorong Korea Selatan mengalokasikan 2.6% dari PDB dan 15% dari pengeluaran pemerintah untuk pembiayaan militer serta mewajibkan seluruh pria untuk mengikuti wajib militer. Jumlah tentara aktif Korea Selatan menempati urutan keenam terbesar di dunia, urutan kedua dalam jumlah tentara cadangan dan sebelas besar dalam urusan anggaran pertahanan.
Pasukan militer Korea Selatan terdiri atas Angkatan Darat (ROKA), Angkatan Laut (ROKN) dan Korps marinir (ROKMC). Angkatan bersenjata ini kebanyakan berkonsentrasi di daerah perbatasan Zona Demiliterisasi Korea. Seluruh pria Korea Selatan diwajibkan secara konstitusi untuk mengikuti wajib militer.[5]
Dalam sumber lain disebutkan, sebagai koloni Jepang sejak tahun 1910 hingga tahun 1945, Korea dibebaskan dari status jajahannya dengan kekalahan dan menyerahnya Jepang kepada negara sekutu pada akhir Perang Dunia II. Uni soviet menduduki daerah di sebelah utara dengan garis paralel 38, dan Amerika Serikat menduduki daerah di sebelah selatan garis paralel tersebut, hingga membagi semenanjung korea dalam dua bagian yang kira-kira sama. Pembagian ini semula bersifat sementara, ternyata telah memperoleh sifat permanen dengan didirikannya 2 negara; Korea Utara dan Korea Selatan, yang berturut-turut didominasi Uni Soviet dan Amerika Serikat, dalam suatu konfrontasi perang dingin.[6]
2. POLITIK DI KOREA SELATAN
Politik di Korea Selatan tidak memiliki institusi yang mampu mengatur suksesi. Akibatnya, semua mantan presiden tidak bisa hidup dengan tenang; Syngman Rhee meninggal di dalam pengasingan di Hawaii, Park Chung Hee tewas dibunuh di tangan kepala intelijen-nya sendiri, Chun Doo Hwan harus hidup sebagai biara (walaupun kini boleh menempati rumah pribadinya yang berlokasi di daerah mewah di Seoul), dan kini nasib Roh Tae Woo sedang dipertaruhkan, dan kita tidak tahu nasib presiden Kim Young Sam. Proses politik di negara itu juga sering diwarnai oleh tawaran yang penuh emosi di jalan-jalan raya antara keamanan nasional dengan pihak demonstran, padahal sementara itu kekuatan ekonomi Korea terus tumbuh pesat seolah-olah tidak terganggu.
Ini membuktikan bahwa Korea Selatan lebih mementingkan sektor industri yang menjuruskan kebijaksanaan ekonomi ke dalam bentuk pro-bisnis. Kebijakan ini cenderung mengabaikan kepentingan masyarakat banyak karena pro-pertumbuhan (pro-growth). Untuk mengamankannya perlu dukungan yang kuat dari pihak militer dan birokrasi.
Walaupun Korea Selatan sering menghadapi ancaman dari Korea Utara, namun suatu hal yang menguntungkan adalah pihak Amerika Serikat mempunyai komitmen yang tinggi pada keamanan sehingga Korea Utara tidak bisa memanfaatkan kekacauan di Korea Selatan.[7]
Seorang profesor dari Harvard, Samuel Huntington menerbitkan sebuah buku pada akhir 1960-an tentang mobilisasi politik di negara-negara baru yang bernada membenarkan munculnya pemerintah-pemerintah yang kuat (otoriter) sepanjang hal itu membantu menciptakan proses politik yang semakin didukung secara meluas oleh massa secara lebih melembaga. Bukunya ini sebenarnya dimaksudkan untuk membenarkan rezim-rezim otoriter yang muncul yang bersifat anti-komunis. Untung saja karya Huntington dapat dibenarkan sebab secara tidak langsung memberikan kontribusi kepada munculnya rezim otoriter yang memiliki komitmen kepada pembangunan, termasuk munculnya rezim di Korea Selatan.[8]
Berikut adalah kepemerintahan yang mampu mengubah Korea Selatan secara drastis dan banyak menimbulkan kontroversi:
Pertama, Presiden yang pertama kali dipilih di Korea Selatan adalah Syngman Rhee pada tahun 1948, era ini dinamakan Republik Pertama, beliau berusaha tetap memegang jabatan ini seumur hidup, akan tetapi rezimnya yang kian otokratis mengalami rangkaian evaluasi negatif yang terus menerus oleh rakyat Korea Selatan. Banyak Kegaduhan yang terjadi pada kepemimpinan Syngman Rhee di samping Rhee yang melaksanakan wewenang kepresidenan ini secara sewenang-wenang dan menghadapi tantangan terhadap kekuasaannya dengan penindasan dan manipulasi pemilihan umum. Dan dari segi ekonomi, Korea Selatan mengalami depresi yang mendalam sedangkan bantuan dari Amerika tidak banyak menolong.
Kedua, Beberapa tahun kemudian, Presiden Park Chung Hee mengubah semuanya pada tahun 1963 yang eranya bernama Republik Ketiga. Sama seperti kepemimpinan Syngman Rhee, pada saat kepemimpinan Park Chung Hee-pun menuai banyak kontroversi, namun bedanya, pada Republik ketiga ini pertumbuhannya di bidang ekonomi bisa dibilang lumayan. Bersamaan dengan itu, peningkatan sentralisasi politik dan pengurangan kebebasan perorangan terjadi. Pemerintahan Park, walaupun memelihara kestabilan politik, dipaksa untuk mempertahankan keketatan terhadap jejuatan oposisi melalui suatu jaringan penyelidikan yang luas. Satu-satunya kekuatan oposisi yang diperbolehkan dikontrol dengan ketat. Namun, oposisi terdapat dimana-mana selama pemerintahan Park. Mahasiswa yang kecewa dan kaum intelektual melancarkan protes. Kemudian demokrasi tidak pernah diam, dan keabsahan kekuasaan Park sering dipertanyakan. Rakyat Korea Selatan menyetujui secara tersimpul bahwa kekuasaannya akan tetapi tidak pernah aktif dalam rezimnya.
Dasar kekuatan Park adalah militer. Banyak pemimpin militer yang sudah pensiun berdinas dalam struktur kekuasaannya, yang juga mencakup pertimbangan geografis dan politik tertentu. Skema pembangunannya memaksanya merekrut banyak teknokrat. Menyadari kebutuhan keamanan nasional terhadap ancaman militer dari Korea Utara dan memerlukan kestabilan politik untuk perencanaan ekonomi lebih jauh, Park menolak untuk mentolerir politik oposisi yang bermakna pada tingkat nasional atau tingkat lokal. Politik Korea Selatan, seperti yang pernah dikarakterisasi Gregory Henderson, menjadi polotik yang bersifat vortek. Henderson mengatakan : “Kekuatan dinamika politik Korea Selatan nyaris mirip dengan suatu vortek yang kuat dan cenderung menyapu semua unsur aktif dalam masyarakat yang menghujad kekuasaan sentral… Penarikan ke atas yang terus menerus cenderung menghisap semua komponen satu dari yang lain sebelum serasi pada tingkat yang lebih rendah dan cenderung mendorong mereka ke dalam bentuk atom ke arah puncak kekuasaan”[9]
3. SYARAT DAN KETENTUAN
Di Korea Selatan yang diwajibkan mengikuti Wajib Militer adarah seorang pria yang berumur 20-30. Biasanya Wajib Militer ini didahului dengan pelatihan dulu selama 5 minggu dan kemudian selama 2,3 – 2,5 tahun harus mengikuti program Wajib Militer. Dan biasanya orang yang mendapatkan surat panggilan untuk Wajib Militer ini akan dilanda stress.
Syarat selengkapnya bagi seorang Pemuda Korea Selatan untuk mengikuti Wajib Militer adalah:
a. Warga negara Korea Selatan asli
b. Berumur min 20 max 30 th
c. Tidak mengalami gangguan kesehatan kronis
d. Mau ditempatkan dimana saja
e. Bukan anak tunggal (kalau anak tunggak tidak wajib ikut)
f. Bukan anak satu satunya yang laki laki (kalau anak laki-laki satu-satunya dalam keluarganya maka ia tidak wajib ikut)
g. Lolos tes sewaktu ujian ikut militer ( AU, AL, AD, atau menjadi pasukan Amerika yang menjaga di perbatasan Korea Selatan-Korea Utara )[10]
Namun ada beberapa golongan yang tidak diwajikban untuk mengikuti wajib militer ini, yakni:
a. Orang cacat.
b. Ilmuan
c. Orang yang berjasa abgi negaranya. Sehingga tim sepak bola Korea Selatan tahun 2002 ( Ahn Jung Hwan cs ) yang berhasil masuk semi final pada Piala Dunia tidak wajib mengikuti wamil.
d. Kriminal
e. Orang yang mengalami cedera fisik.
f. Jika laki-laki adalah pencari nafkah utama.
g. Sudah menikah dan tidak memiliki anak laki-laki.
h. Jika dia anak tunggal / hanya anak laki-laki. Hal ini untuk memastikan warisan dari keluargaatau semacam penerus keluarga.[11]
Walaupun syarat dan ketentuan telah ditetapkan bagi seorang pemuda Korea Selatan yang diwajibkan mengikuti Wajib Militer, namun beberapa dari mereka memiliki izin untuk menunda panggilan Wajib Militernya namun mereka harus bekerja di instansi pemerintah sebagai gantinya, karena orang yang menghindari kewajiban Wajib Militer ini akan dikenakan hukuman dan mendapat kesulitan untuk mejalankan kehidupan di masyarakat dan karirnya di Korea.
Salah satu contoh dari beberapa orang yang menunda panggilan Wajib Militernya adalah seorang aktor Korea Selatan Kim Nam Gil, pemain film “Queen Seon Deok” ini harus mendapatkan surat panggilan Wajib Militer, namun karena ia harus menyelesaikan syutting film “Bad Man” maka ia diizinkan instansinya untuk menunda panggilan Wajib Militer tersebut selama 3 bulan.[12]
Wajib militer memiliki dunia regulasi tersendiri di Korea. Bagi para pekerja maka tak jarang pemilik perusahaan memberikan perlakuan khusus berupa tetap memberikan gaji meski mereka tidak masuk. demikian pula dengan dunia pendidikan, pihak universitas memberikan berbagai kemudahan untuk mendukung para mahasiswa yang sedang melakukan wajib militer. Kemudahan yang dimaksud adalah kemudahan “asli” dalam arti sesungguhnya. Mereka memperoleh kemudahan baik berupa perlakuan birokrasi maupun jaminan administrasi yang tidak akan menyebabkan kerugian bagi sang mahasiswa di masa yang akan datang.[13]
4. WAJIB MILITER BAGI MAHASISWA KOREA SELATAN
Kampus selalu menjadi titik pengecualian dalam beberapa keputusan nasional negara, termasuk perkara wajib militer . Di dalam kampus terdapat bentuk lain dari wajib militer korea. Wajah lain wajib militer ini bernama program R. T. O. C. [Reserve Officer Training Crops). Program ini sebentuk sekolah atau training taruna di negara kita.
Bentuk umum wajib militer adalah berupa aktivitas "magang" selama 2 tahun di satuan militer tertentu. selama 2 tahun, tanpa jedah, mereka melakukan aktivitas yang tidak berbeda nyata dengan aktivitas militer sungguhan. Mereka ditempatkan dalam satuan tertentu berdasarkan semacam test kalayakan penempatan. Merekap pun memiliki kewajiban tinggal di barak dan boleh meninggalkan satuan dengan alasan terntentu saja. Ketika selesai "magang" mereka dapat kembali kepada aktivitas terakhir atau bisa melanjutkan karier di dunia militer. Seluruh alumni wajib militer akan mendapatkan pangkat 4 garis merah di lengan mereka. Untuk opsi terakhir (bergabung dengan militer) merupakan pilihan langkah yang dilakukan para pemuda korea. Mereka yang memilih ini biasanya akan lebih memilih jalur ROTC ketimbang jalur wajib militer umum yang memang akan lebih berat secara fisik. Karena RTOC hanya terdapat di kampus, maka para pemuda korea yang tidak berkesempatan melanjutkan pendidikan ke tingkat lebih tinggi -universitas- tapi ingin meniti karir di dunia militer, maka mereka tidak memiliki pilihan lain selain memulai karier melalui jalur wajib militer bentuk umum ini.
Berbeda dengan wajib militer bentuk umum, RTOC memiliki gengsi tersendiri. Para mahasiswa yang tergabung dalam RTOC bebas berkeliaran di kampus masing-masing untuk melakukan aktivitas belajar sebagai mahasiswa dan mengikuti pelatihan ketarunaan di masa bersamaan. Ini mungkin menjadi salah satu alasan mengapa RTOC dapat ditemukan di setiap kampus. Di negara non wajib militer bentuk RTOC ini diadopsi menjadi sebuah aktivitas mahasiswa yang bernama RESIMEN.
Para taruna RTOC menempuh test sebelum dinyatakan berhak untuk bergabung. Syarat tidak berkaca mata dan tinggi minimal di negara kita mungkin tidak menjadi salah satu syarat di Korea, karena banyak sekali anggota taruna RTOC yang mengenakan kaca mata dan (meskipun tidak banyak) memiliki tinggi badan tidak tinggi dalam standar militer negara kita. Namun demikian satu hal yang menyamakan mereka, mereka memiliki bentuk tubuh lurus dan bagus serta meneganakan seragam selama mengikuti program RTOC. Untuk kewajiban mengenakan seragam masih belum jelas, karena terkadang mereka masih mengenakan pakaian bebas ketika mengunjungi lab di sore atau malam hari.
Para taruna RTOC memiliki pusat pelatihan dan kantor tersendiri di kampus mereka masing-masing. Berbeda dengan wajib militer bentuk umum, mereka akan menjalani masa pelatihan selama 4 tahun. namun demikian alumni RTOC akan memiliki pangkat yang lebih tinggi dari almuni wajib militer umum dan diproyeksikan menjadi para pendidik peserta wajib militer bentuk umum. Alumni RTOC memperoleh pangkat berbentuk belah ketupat berjumlah dua di lengan mereka. Alumni RTOC memiliki kemudahan untuk mengikuti test militer jika mereka benar-benar memiliki minat di dalam dunia militer.sudah pasti untuk urusan fasilitas anggota RTOC akan mendapatkan fasilitas yang berbeda dengan peserta wajib militer bentuk umum.[14]
5. KOREA SELATAN VS KOREA UTARA
Dalam konflik Korea Selatan (South Korea) VS Korea Utara (North Korea) ini, Amerika Serikat secara terang-terangan mendukung Korea Selatan (Korsel) yang memang sudah akrab sejak lama, apalagi serangan konflik yang kini terjadi dipicu oleh latihan militer bersama antara Korea Selatan dan Amerika Serikat (USA). Selain disokong USA, secara tidak langsung negeri-negeri capitalist lainnya tampaknya berada diposisi sebagai suporter Korea Selatan.
Adapun Korea Utara (Korut), negeri yang diduga mengembangkan program nuklir ini mendapatkan dukungan terang-terangan dari saudara tuanya yakni China, selain China tampaknya Rusia pun berada diposisi sebagai pendukung Korea Utara, ketiga negara ini punya keterikatan khususnya sebagai negara yang menganut ideologi komunis (communist / communisme ideologi).[15]
Seandainya benar-benar terjadi perang siapakah yang akan menjadi pemenang? Korea Selatan yang didukung AS, Atau Korea Utara yang secara ideologi didukung Rusia dan China? Jika ingin mengukur kemampuan militer kedua Negara ini, maka kita membutuhkan data kekuatan militer tersebut. Berdasarkan World Military Strength Ranking (WMSR) sebuah organisasi yang secara khusus mempustakakan informasi dan data militer ke dalam database kekuatan militer di seluruh dunia.
Di bawah ini adalah tabel perbandingan antara kekuatan militer Korea Utara dan Korea Selatan ditinjau hingga tahun 2008-2009:
| Korea Utara | Korea Selatan |
Personel | Total Population: 23,479,088 [2008] Population Available: 12,414,017 [2008] Fit for Military Service: 10,280,687 [2008] Reaching Military Age Annually: 392,016 [2008] Active Military Personnel: 1,170,000 [2008] Active Military Reserve: 4,700,000 [2008] Active Paramilitary Units: 189,000 [2008] | Total Population: 48,379,392 [2008] Population Available: 26,721,668 [2008] Fit for Military Service: 21,966,367 [2008] Reaching Military Age Annually: 696,516 [2008] Active Military Personnel: 687,000 [2008] Active Military Reserve: 4,500,000 [2008] Active Paramilitary Units: 22,000 [2008]
|
Army | Total Land-Based Weapons: 16,400 Tanks: 3,500 [2006] Armored Personnel Carriers: 2,500 [2006] Towed Artillery: 3,500 [2006] Self-Propelled Guns: 4,400 [2006] Multiple Rocket Launch Systems: 2,500 [2006] Mortars: 7,500 [2006] Anti-Aircraft Weapons: 11,000 [2006]
| Total Land-Based Weapons: 8,325 Tanks: 1,060 [2004] Armored Personnel Carriers: 2,480 [2004] Towed Artillery: 4,000 [2004] Self-Propelled Guns: 500 [2004] Multiple Rocket Launch Systems: 185 [2004] Mortars: 6,000 [2004] Anti-Tank Guided Weapons: 58 [2004] Anti-Aircraft Weapons: 1,692 [2004] |
Navy | Total Navy Ships: 708 Merchant Marine Strength: 167 [2008] Major Ports and Harbors: 12 Aircraft Carriers: 0 [2008] Destroyers: 0 [2008] Submarines: 97 [2008] Frigates: 3 [2006] Patrol & Coastal Craft: 492 [2006] Mine Warfare Craft: 23 [2006] Amphibious Craft: 140 [2006] | Total Navy Ships: 85 Merchant Marine Strength: 812 [2008] Major Ports and Harbors: 4 Aircraft Carriers: 0 [2008] Destroyers: 6 [2004] Submarines: 20 [2004] Frigates: 9 [2004] Patrol & Coastal Craft: 75 [2004] Mine Warfare Craft: 15 [2004] Amphibious Craft: 28 [2004]
|
Air Force | Total Aircraft: 1,778 [2006] Helicopters: 612 [2006] Serviceable Airports: 77 [2007]
| Total Aircraft: 538 [2004] Helicopters: 502 [2004] Serviceable Airports: 150 [2007]
|
Finances (USD) | Defense Budget: $5,500,000,000 [2005] Purchasing Power: $40,000,000,000 [2007] | Defense Budget: $25,500,000,000 [2007] Foreign Exch. & Gold: $262,200,000,000 [2007] Purchasing Power: $1,206,000,000,000 [2007]
|
Oil | Oil Production: 141 bbl/day [2005] Oil Consumption: 10,520 bbl/day [2006]
| Oil Production: 17,050 bbl/day [2005] Oil Consumption: 2,130,000 bbl/day [2006] Proven Oil Reserves: 0 bbl [2006] |
Logistical | Labor Force: 20,000,000 [2004] Roadways: 25,554 km Railways: 5,235 km
| Labor Force: 24,220,000 [2007] Roadways: 102,062 km Railways: 3,472 km |
Geographic | Waterways: 2,250 km Coastline: 2,495 km Square Land Area: 120,540 km
| Waterways: 1,608 km Coastline: 2,413 km Square Land Area: 98,480 km[16]
|
Negara komunis ini pertama kali memperoleh rudal-rudal taktis itu dari Uni Soviet pada awal 1969, kemudian dilanjutkan batuan militer dari Rusia dan China saat Perang Korea lalu. Namun, rudal-rudal Scud pertama dilaporkan datang melalui Mesir pada 1976. Kairo memasok peluru kendali Scud B kepada Pyongyang dengan imbalan berupa bantuan melawan Israel dalam Perang Yom Kippur 1973. Siapakah yang paling kuat tentunya hal ini belum dapat digunakan sepenuhnya karena faktor eksternal kedua negara berupa dukungan militer Rusia dan China untuk Korea Utara dan dukungan Amerika Serikat untuk Korea Selatan juga sangat besar pengaruhnya. Seberapa besar dukungan tersebut masih belum dapat disajikan disini, tetapi setidaknya kita sudah dapat melihat kekuatan berdasarkan fakta data militer dari kedua negara yang berseteru ini.[17]
D. WAJIB MILITER DI INDONESIA
Brigjen TNI B Edy Butar Butar, SIP, seorang Kepala Biro Hubungan Msyarakat, Sekretariat Jendral Departemen Pertahanan menyatakan:
UU No 66 Tahun 1958 tentang Wajib Militer yang diubah UU No 40 Tahun 1960 adalah kewajiban negara untuk menyumbangkan tenaganya dalam angkatan perang. Berdasarkan UU No 2 Tahun 1988 tentang Prajurit ABRI:
1) Istilah wajib militer tidak digunakan lagi.
2) Prajurit TNI. Berdasarkan UU No 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, prajurit TNI terdiri dari prajurit suka rela dan prajurit wajib sebagai komponen utama pertahanan negara.
3) Komponen cadangan. Berdasarkan UU No 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, komponen cadangan adalah sumber daya nasional yang telah disiapkan untuk dikerahkan melalui mobilisasi guna memperbesar dan memperkuat kekuatan dan kemampuan komponen utama.
4) Mobilisasi. Berdasarkan UU No 27 Tahun 1997 tentang Mobilisasi dan Demobilisasi disebutkan bahwa presiden dapat menyatakan mobilisasi di seluruh wilayah negara atau sebagian wilayah negara. Dan, pada saat dimobilisasi status komponen cadangan adalah sebagai kombatan.
5) Kombatan adalah sasaran yang dapat diserang sesuai hukum humaniter internasional. Yaitu anggota angkatan bersenjata musuh, orang sipil yang melibatkan diri secara langsung dalam pertempuran, serta orang-orang yang dilindungi tapi merusak statusnya sebagai orang yang dilindungi.
6) Non-kombatan adalah orang yang tidak boleh diserang, yaitu orang sipil, anak-anak, wanita hamil, orang lanjut usia, musuh yang menyerah, tawanan perang, orang luka atau sakit. Selain itu adalah pilot yang terjun dengan parasut karena kerusakan pesawatnya, personel kesehatan angkatan bersenjata, anggota organisasi pertolongan, personel kesehatan sipil dan rohaniawan sipil, penjaga benda-benda cagar budaya dan wartawan perang.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa:
a) Istilah wajib militer tidak digunakan lagi,
b) Departemen Pertahanan tidak akan mengusulkan dan memberlakukan wajib militer, namun saat ini departemen tersebut sedang menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Komponen Cadangan dan RUU tentang Prajurit Wajib,
c) Sipil tidak akan dilatih menjadi kombatan, kecuali anggota komponen cadangan yang akan dikerahkan dalam keadaan darurat militer dan/atau keadaan perang melalui mobilisasi.[18]
E. PERBANDINGAN ANTARA INDONESIA DARI KOREA SELATAN
Mungkin tidak banyak di antara kita yang masih ingat, bahwa Indonesia dan Korea Selatan sama-sama memulai pembangunan ekonomi pada akhir tahun 60-an. Situasi dan kondisi kedua negara pada waktu itu banyak sekali kesamaannya; antara lain sama-sama negara agraris, situasi ekonomi morat-marit, sedang transisi politik, menjadi satelit Barat, dipimpin oleh rezim militer dan tidak ada kepastian hukum.
SAMPAI tahun 60-an, Korea hanyalah sepenggal daratan di benua Asia dan sebuah bangsa yang keberadaannya “terlupakan” sepanjang sejarah dunia. Selama ribuan tahun eksistensi mereka tenggelam di balik bayang-bayang kebesaran ras Cina dan new kid on the block bernama Jepang yang budayanya menggetarkan dunia barat.
Keberadaan bangsa Korea baru menarik perhatian setelah pecahnya Perang Korea. Sejatinya itu sebuah perang saudara “jadi-jadian”, namun tetap amat tragis, lantaran wilayah negara itu menjadi episentrum perebuatan hegemoni di Asia antara dua super power, yaitu Amerika Serikat (BlokBarat) dan Uni Soviet (Blok Timur).
Pada saat yang sama, dunia barat sedang terpesona oleh cahaya yang menyilaukan dari sebuah kepulauan di Asia Tenggara. Disana, di kaki benua Asia itu, sebuah negara muda, sebuah bangsa baru dari gabungan ratusan suku, sedang sibuk berdebat mengenai ideologi dan sistem kenegaraan yang ideal. Presidennya bernama Soekarno alias Bung Karno.
Waktu itu Korea tidak punya tokoh sekaliber Bung Karno, yang dengan kelihaiannya memainkan diplomasi internasional berhasil memaksa Belanda mengakui kedaulatan Indonesia atas Papua. Bung Karno juga menjadi tokoh panutan bangsa-bangsa di Asia, Afrika dan Amerika Latin; yang kemudian satu per satu mengikuti jejak Indonesia menyatakan kemerdekaan negara mereka.
Singkat cerita, Indonesia memiliki satu keunggulan kecil dibanding Korea Selatan, ketika kedua negara sama-sama memulai pembangunan ekonomi pada akhir tahun 60-an. Di luar itu, situasi dan kondisi kedua negara banyak kesamaan di segala bidang.
Indonesia ketika itu dipimpin oleh Jenderal Soeharto, sedangkan Korsel dipimpin Jenderal Park Chung-hee. Soeharto tampil sebagai diktator setelah berhasil menjatuhkan Bung Karno, dimana proses “kudeta yang cantik” itu mendapat bantuan dan dukungan dari dunia barat. Sedangkan Park tampil sebagai pemimpin setelah Perang Korea reda, bisa dikatakan karena mendapat mandat dari Blok Barat, kendati secara formal Korsel diakui sebagai negara berdaulat.
a) Garis Start
Korsel memulai pembangunan ekonominya dalam keadaan perang baru saja reda. Kontak senjata kecil-kecilan masih sering terjadi di Pamunjom, daerah demarkasi militer yang membelah Korsel dan Korea Utara. Pamunjom hanya berjarak 45 kilometer dari ibukota Seoul. Jadi bisa kita bayangkan, andaikata pasukan Utara menyerbu, mereka hanya membutuhkan waktu kurang dari satu jam untuk mencapai Seoul.
Dalam kaitannya dengan bahaya komunis tersebut, yang merupakan isu utama di dunia barat dan negara-negara satelitnya pada dekade 60-an sampai 80-an, posisi Korsel dan Indonesia bisa dibilang sama dan sejajar. Kedua negara adalah sekutu utama Blok Barat di kawasan masing-masing, Korsel di Asia Timur jauh dan Indonesia di Asia Tenggara.
Memang ada sedikit bedanya, yaitu Korsel menjadi pion penting dan sekaligus kancah pertarungan frontal Blok Barat dengan Blok Timur. Sedangkan Indonesia nilai strategisnya sebagai sekutu Barat tidaklah sepenting itu, karena kekuatan komunis di Asia Tenggara relatif kecil dan terpecah dua, ada yang berkiblat ke Cina dan ada yang berinduk ke Uni Soviet. Indonesia cuma sekadar sebagai “bendungan”, agar ideologi komunis yang mengalir dari Indocina tidak meluber sampai ke Australia. Dalam rangka inilah rezim Soeharto mencaplok Timor Timur pada tahun 1975, sesuai instruksi Gedung Putih.(Lihat buku Nation In Waiting karya Adam Schwarz)
Adanya bahaya komunis yang nyata membawa dua keuntungan bagi Korsel. Pertama, negara itu mendapat dana bantuan militer bernilai milyaran dolar dari barat. Kedua, negara itu memiliki legitimasi yang kuat untuk memberlakukan wajib militer bagi semua warga negaranya, yang kemudian menumbuhkan disiplin dan etos kerja yang tinggi secara nasional.
b) Pembangunan Ekonomi VS Indoktrinasi
Kalau dibandingkan masa-masa permulaan pembangunan ekonomi di Korsel dan Indonesia, yang membedakan hanya masalah prioritas dan kemudian strategi yang dipilih. Rezim militer Korsel langsung fokus pada pembangunan ekonomi dengan prioritas modernisasi pertanian, sambil membangun pondasi industri. Pada waktu itu hampir 85 % penduduk Korsel bekerja di sektor pertanian.
Pada saat yang sama dan berlanjut hingga pertengahan tahun 80-an, konsentrasi rezim Soeharto terpecah antara pembangunan ekonomi dan upaya memantapkan kekuasaan rezimnya. Sebenarnya tidak ada resistensi yang berarti waktu itu, namun Soeharto selalu merasa tidak aman sebelum pemujaan rakyat terhadap Bung Karno terkikis habis. Hampir dua dekade Soeharto menghabiskan masa kekuasaannya untuk melakukan de-sukarnoisasi, dilanjutkan program indoktrinasi yang sangat masif dan intensif; termasuk penataran P4 dan kooptasi semua unsur masyarakat.
Faktor paranoid inilah yang membuat Soeharto lebih percaya pada pengusaha keturunan Cina, yang nota bene hanya jago berdagang, sehingga bisnis di Indonesia sangat bergantung pada proyek-proyek pemerintah dan berwatak rent seeker. Di sisi lain, modernisasi pertanian tidak bisa berjalan karena sebagian besar petani di Jawa tidak memiliki lahan, sehingga Soeharto terpaksa meniru program transmigrasi peninggalan kolonial. Proyek ini banyak menghabiskan anggaran, sebagian besar dikorupsi oleh kalangan birokrat dan kaki tangan militer yang “mendadak” jadi pengusaha.
Kembali ke Korea Selatan, dengan adanya wajib militer secara nasional, negara itu tidak mengalami kesulitan mengerahkan rakyatnya melakukan modernisasi pertanian. Roda perekonomian pun segera berputar karena semua orang bekerja dan punya penghasilan. Dengan sistem rodi berbasis patriotisme ini, didukung penguasaan ilmu dan teknologi pertanian, dalam waktu singkat agrobisnis mengalami booming di Korsel. Padahal sebagian besar wilayahnya merupakan perbukitan yang tandus, kecuali daerah sepanjang aliran sungai Han-gang yang memang sangat subur.
Kemajuan pertanian yang luar biasa itu menjadi pijakan kokoh untuk memulai industrialisasi. Dengan menyisihkan sebagian dana bantuan militer dari barat, Korsel memberikan modal kepada sejumlah pengusaha untuk membangun industri manufaktur. Merekalah yang menjadi cikal bakal Chaebol, konglomerasi khas Korsel yang kini muncul sebagai pemain global dengan daya saing yang amat tangguh, antara lain Samsung, Hyundai, Daewoo dan Lucky Goldstar (LG).
Kini, kendati Korsel sudah menjelma menjadi negara industri raksasa, sektor pertanian masih memainkan peran penting dan ikut menyumbang devisa yang signifikan. Penduduk yang bekerja di sektor pertanian, dewasa ini, hanya sekitar 10 %. Namun produk pertanian mereka justru meningkat enam kali lipat dibanding akhir tahun 60-an.
Korsel kini menguasai pasar dunia untuk produk farmasi dan ekstrak ginseng, serta memonopoli pasar Amerika untuk komoditi kim-chi, sejenis sawi yang difermentasi. Sedangkan para petani palawija di Tanah Karo masih tetap mengekspor sayuran segar ke Hongkong dan Singapura, sama seperti 40 tahu silam, namun dengan keuntungan yang makin kecil lantaran tata niaga pupuk dan pestisida sudah menjelma menjadi instrumen penghisapan.
c) Korupsi VS Kolusi
Membandingkan Indonesia dengan Korsel memang sangat menarik, terutama karena perbedaan “nasib” kedua negara yang sangat kontras 40 tahun kemudian. Sepintas tidak banyak perbedaan perilaku rezim di kedua negara itu, sehingga tidak terlalu gampang menjelaskan secara singkat mengapa kemajuan kedua negara bisa begitu “jomplang”.
Selain dua faktor yang telah disebutkan tadi, yaitu wajib militer yang berlaku secara nasional dan pembangunan ekonomi yang fokus, konsekwen dan konsisten; tampaknya faktor penting lainnya lantaran pemegang kekuasaan di Korsel bersifat kolektif, sebaliknya Soeharto kemudian menjelma menjadi penguasa tunggal atau diktator yang untouchable.
Orang sering bilang Indonesia menjadi amburadul seperti sekarang ini akibat korupsi. Korsel pun setali tiga uang. Perilaku korupsi di negara itu tidak kalah parah dibanding di Indonesia. Perbedaannya hanya dua : Korsel sudah menghukum tiga presidennya (Chun Doo-hwan, Roh Tae-woo, Kim Young-sam) lantaran terlibat korupsi dan disana tidak ada praktek kolusi seperti di Indonesia. Sedangkan di negara tercinta ini, hanya koruptor kelas teri yang berhasil diproses secara hukum, sementara praktek merampok kekayaan negara sudah semakin canggih melalui kolusi.
Kolusi lebih mematikan dibanding korupsi. Ibarat mencuri, korupsi adalah mengambil sebagian uang dari brankas, sedangkan kolusi mengambil semua brankasnya tanpa harus menggotongnya. Cukup dengan memainkan aturan hukum, brankas tadi sudah berpindah hak tanpa yang bersangkutan harus mengotori tangannya atau berkeringat menggotongnya. Praktek inilah yang dilakukan Soeharto dan kroni-kroninya, dengan menciptakan berbagai tataniaga, penguasaan sumber daya alam, pemerasan secara legal dengan memperdaya konsumen, praktek monopoli dan oligopoli, dst.
Sebenarnya sampai pertengahan tahun 70-an, Soeharto masih relatif bersih, namun memang sudah menjadi rahasia umum bagaimana isterinya berperan sebagai makelar proyek. Meningkat ke tahun 80-an praktek kolusi yang amat canggih itu mulai mereka praktekkan, diawali dengan liberalisasi ekonomi dan privatisasi usaha yang berkaitan dengan kepentingan umum. Dalam hal ini para pemimpin Korsel tidak ada apa-apanya dibanding Soeharto dan kroni-kroninya.
d) Olimpiade, Piala Dunia, Sekjen PBB
Bagaimana dengan demokratisasi dan kepastian hukum? Sampai sekarang Korsel masih kalah dari Indonesia dalam dua hal itu. Maksudnya, secara prosedural demokratisasi dan kepastian hukum di Indonesia jauh lebih maju dibanding Negeri Ginseng itu.
Perlawanan mahasiswa dan pejuang HAM di Korsel kurang lebih sama saja dengan di Indonesia. Banyak peristiwa kekerasan, berdarah-darah dan pembunuhan aktivis. Dan sampai sekarang cengkeraman politik militer masih sangat kuat di negara itu, sehingga proses demokratisasi berjalan sangat lambat. Namun bedanya dengan di Indonesia, setiap kemajuan kecil yang dicapai dalam proses demokratisasi di Korsel selalu menimbulkan perubahan yang nyata alias down on earth. Sedangkan disini semuanya berujung pada tataran prosedural formal alias bersifat seolah-olah.
Kini kita menyaksikan Korsel tampil sebagai negara maju yang sangat disegani di dunia. Pencapaian itu mereka rayakan bukan dengan membuat klaim-klaim sepihak gaya Indonesia, tapi dengan mengibarkan bendera mereka di panggung internasional dengan megahnya. Dimulai dengan menjadi penyelenggara Olimpiade, yang menempatkan Korsel sebagai negara kedua di Asia yang mendapat kepercayaan menjadi tuan rumah pesta olahraga sejagat itu, kemudian menjadi tuan rumah bersama Jepang menyelenggarakan Piala Dunia, lalu disempurnakan dengan terpilihnya orang Korsel menjadi Sekjen PBB.
Kemajuan yang gemilang itu diraih Korsel hanya dalam kurun waktu 40 tahun. Pada kurun waktu yang sama, Indonesia dengan gemilang berhasil menghapus reputasi internasional yang dahulu dibangun Soekarno. Kita juga berhasil menyulap sawah-sawah produktif menjadi kota moderen, serta membuat dataran tinggi seperti kota Bandung menjadi langganan banjir saban tahun.[19]
F. KEKUATAN MILITER DI INDONESIA
Sebuah analisis yang dipublikasikan Global Fire Power belum lama ini memberikan evidence yang obyektif untuk menunjukkan peta kekuatan militer negara-negara di seluruh dunia. Berdasarkan uji data yang mendukung kekuatan militer, daya tahan, stamina dan survival yang mendukungnya, Indonesia berada pada tempat terhormat, di urutan ke 18, menduduki puncak klasemen di kawasan ASEAN, bahkan mengungguli kekuatan Australia yang ada di posisi ke 24 ranking militer seluruh dunia.
Urutan 10 besar ranking militer se dunia dipegang secara berturut-turut : Amerika Serikat, Rusia, China, India, Inggris, Turki, Korea Seltan, Perancis, Jepang dan Israel. Kemudian urutan 11 sampai dengan 20 besar adalah Brazil, Iran, Jerman, Taiwan, Pakistan, Mesir, Italia, Indonesia, Thailand dan Ukraina. Ranking negara ASEAN yang lain adalah Filipina ada di posisi ke 23, Malaysia posisi ke 27, Singapura ke 41.[20]
Terutama pada era tahun 1960-an yang mana ketika itu pemimpin negara Indonesia adalah Soekarno, kekuatan militer Indonesia adalah salahsatu yang terbesar dan terkuat di dunia. Saat itu, bahkan kekuatan Belanda sudah tidak sebanding dengan Indonesia, dan Amerika sangat khawatir dengan perkembangan kekuatan militer kita yang didukung besar-besaran oleh teknologi terbaru Uni Soviet.[21]
G. PENGAPLIKASIAN WAJIB MILITER KOREA SELATAN DI INDONESIA
Dari segi konflik antar-negara memang Indonesia berbeda dengan Korea Selatan, Indonesia bisa dibilang aman dari serangan-serangan luar walaupun konflik di dalam negara masih sering terjadi, namun alangkah disayangkannya pernyataan dihapuskannya Wajib Militer di Indonesia itu. Dari Wajib Militer, kita bisa mengaca dari Negeri Gingseng tersebut, memang mereka mengalami depresi yang berkepanjangan bahkan beberapa pemuda menuntut untuk Wajib Militer harus segera dihapuskan, kendati demikian Wajib Militer memiliki manfaat yang ampuh, yakni memperkuat negara dari serangan-serangan musuh baik dari luar maupun dari dalam negeri sekalipun.
Tidak kita pungkiri, di negara manapun bahkan Indonesia, angkatan perang dan kepolisian yang kuat dengan dukungan segenap rakyatnya merupakan salah satu syarat negara yang kuat. Apabila Angatan Bersenjata kita emah, maka kita akan mudah ditekan oleh negara lain yang memiliki Angkatan Bersenjata yang lebih kuat.
Kesan perlunya militer harus kuat untuk tegaknya sebuah negara, seperti yang diungkapkan Wakil Menteri Pertahanan AS Paul Wolfowitz, militer Indonesia yang kuat diperlukan untuk memerangi terorisme, mempertahankan demokrasi, dan menjamn kekuasaan sipil.
Militer harus menghormati HAM dan demokrasi, Indonesia jelas tidak akan berhasil sebagai sebua negara yang demokrasi kalau militernya di bawah kontrol sipil yang efektif dan pelanggaran militer tidak dikendalikan. Indonesia tidak akan bertahan sebagai negara demokrasi kalau tidak ada pasukan keamanan yang bisa mencegah kekerasan yang telah dialami oleh Indonesia.[22]
Bila kita memiliki pasukan militer yang kuat sebagaimana Korea Selatan, bisa saja tidak ada kekacauan yang terjadi di Indonesia, mungkin juga Malaysia akan pikir panjang dulu bila akan mengambil budaya kita. Bila warga Indonesia memiliki kesadaran pada diri masing-masing seperti warga Korea Selatan, bisa jadi korupsi akan dihapuskan sebagaimana pemerintah Korea Selatan yang rela dihukum mati karena perbuatan khilafnya berupa korupsi, dan bila warga Indonesia memiliki kesadaran pada diri masing-masing, maka penjara tidak akan penuh seperti sekarang ini.
Ini adalah saatnya bagi Indonesia untuk bangkit dan mengaca pada negara-negara yang awalnya memiliki nasib yang sama dengan kita namun bisa berkembang pesat, ikuti jejak mereka untuk terus maju dan mensejahterakan rakyatnya, jangan hanya meniru style, gaya, dan kehidupan entertaintmen mereka.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari makalah keterangan makalah di atas dapat disimpulkan bahwa Wajib Militer adalah suatu kegiatan yang wajib diikuti oleh setiap pemuda Korea Selatan yang berusia 20 tahun ke atas, tentu saja dengan syarat-syarat dan ketentuan yang masih berlaku. Bagi seorang pemuda yang masih menyelesaikan urusannya, ia bisa meminta izin pada instansi untuk menunda waktu Wajib Militernya.
Bagi para Mahasiswa, mereka wajib memilih antara Wajib Militer dengan R.T.O.C., R.T.O.C belakangan ini menjadi favorit karena tidak memiliki peraturan dan disiplin militer yang terlalu ketat selayaknya Wajib Militer, hanya saja waktu mengikuti R.T.O.C. ini lebih lama dari Wajib Militer, yakni 4 tahun dan tentu saja ia akan mendapatkan pangkat yang lebih tinggi.
Wajib Militer di Korea Selatan ini tidak langsung ada begitu saja seakan-akan budaya nenek moyang, namun dibentuknya Wajib Militer ini disebabkan oleh beberapa faktor dan melalui sejarah perubahan pemerintahan yang sangat panjang. Salah satu faktor yang membuat adanya Wajib Militer di Korea Selatan adalah adanya invasi dari Korea Utara, atau yang biasa mereka sebut “Perang Saudara”. Perang antara kedua Korea yang berbeda ini disebabkan karena mereka dikuasai oleh dua kubu besar yang juga saling bermusuhan, yakni Uni Soviet dan Amerika Serikat, Uni Soviet memegang Korea Utara sedangkan Amerika Serikat memegang Korea Selatan.
Indonesia, yang memiliki nasib yang sama seperti Korea Selatan dan bebas dari penjajahan Jepang dalam tahun yang sama ternyata tidak mengalami perkembangan yang begitu pesat. Sungguh disayangkan, padahal Korea Selatan memiliki masalah negara yang sama bahkan lebih parah dari Indonesia, Korea Selatan selain mendapati kerusuhan di dalam negeri tapi juga harus mempertahankan benteng dari serangan saudaranya sendiri, namun Korea Selatan bisa tumbuh dengan maju, mereka memiliki tentara militer yang walaupun tak memiliki tubuh atletis seperti yang kita bayangkan, mereka bisa membuat pertahanan mereka kuat, sektor industri dan perekonomian merekapun sangat maju, terbukti dari perusahan mereka yang tidak asing di telinga kita, yakni Samsung dan LG. Sebaliknya Indonesia, yang tidak mendapatkan ancaman dari negara-negara tetangga, hanya mendapatkan ancaman dari dalam negeri saja seperti kerusuhan, demonstrasi, dan protes-protes tak berguna lainnya, tetap saja tidak memiliki kemajuan yang pesat. Memang kemiliteran Indonesia lebih baik daripada Australia, namun sepertinya para militer yang ada di Indonesia tidak dilatih dengan baik, bahkan kita tidak memiliki program Wajib Militer atau R.T.O.C seperti Korea Selatan. Buktinya, korupsi tetap menjadi-jadi, kerusuhan tetap terjadi, dan tiap bulan ada saja aksi tawuran dan demonstrasi di wilayah Indonesia. Kalau saja kita memiliki kekuatan militer yang kuat dan sadar diri sadar peraturan, harusnya kekacauan semacam itu tidak akan terjadi di Indonesia dan rakyat miskin tidak akan bertambah malah berkurang di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
· Tuhana Taufiq A, Agus Surata. 2002. Runtuhnya Negara Bangsa. Yogyakarta: UON “Veteran” Yogyakarta Press
· Marsedes Marbun, William D. Coplin. 2003. Pengantar Politik Internasional (Suatu Telaah Teoretis) Edisi Kedua. Bandung: Penerbit Sinar Baru Bandung
· Janowitz, Morris. 1985. Hubungan-Hubungan Sipil Militer (Perspektif Regional). Jakarta: PT. Bina Aksara
· Heru U. Kuntjoro-Jakti, DKK. 1996. Perkembangan Studi Hubungan Internasional dan Tantangan Masa Depan. Jakarta: Pustaka Jaya
· http://id.wikipedia.org/wiki/Wajib_militer
· http://ryoma-seigaku.blogspot.com/2011/05/wajib-militer-di-korea-selatan.html
· http://hikageinochisan.wordpress.com/2011/04/04/syarat-syarat-wajib-militer-korea-selatan/
· http://id.wikipedia.org/wiki/Korea_Selatan
· http://karangjunti.org/2010/11/25/aktor-korea-ikuti-wamil-wajib-militer/
· http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=186391
· http://hankam.kompasiana.com/2011/08/04/kekuatan-militer-indonesia-ranking-18-dunia/
· http://wong168.wordpress.com/2010/02/13/kekuatan-militer-indonesia-1960/
· http://goyangkarawang.com/2010/12/perbandingan-peta-kekuatan-militer-korea-selatan-vs-korea-utara/
[2]Marsedes Marbun, William D. Coplin. Pengantar Politik Internasional (Suatu Telaah Teoretis) Edisi Kedua. (2003. Bandung: Penerbit Sinar Baru Bandung) Hal. 124
[4] Marsedes Marbun, William D. Coplin. Pengantar Politik Internasional (Suatu Telaah Teoretis) Edisi Kedua. (2003. Bandung: Penerbit Sinar Baru Bandung) Hal. 128-129
[6] Janowitz, Morris. Hubungan-Hubungan Sipil Militer (Perspektif Regional). (1985. Jakarta: PT. Bina Aksara). Hal. 7-8
[7] Heru U. Kuntjoro-Jakti, DKK. Perkembangan Studi Hubungan Internasional dan Tantangan Masa Depan. (1996. Jakarta: Pustaka Jaya). Hal. 192-193
[8]Heru U. Kuntjoro-Jakti, DKK. Perkembangan Studi Hubungan Internasional dan Tantangan Masa Depan. (1996. Jakarta: Pustaka Jaya). Hal. 197-198
[9]Janowitz, Morris. Hubungan-Hubungan Sipil Militer (Perspektif Regional). (1985. Jakarta: PT. Bina Aksara). Hal.8-13
[13]http://syahjayasyaifullah.wordpress.com/2011/03/18/es-te-korea-sekilas-tentang-wajib-militer-di-korea-sebuah-mekanisme-di-dalam-kampus/
[14]http://syahjayasyaifullah.wordpress.com/2011/03/18/es-te-korea-sekilas-tentang-wajib-militer-di-korea-sebuah-mekanisme-di-dalam-kampus/
[15] http://goyangkarawang.com/2010/12/perbandingan-peta-kekuatan-militer-korea-selatan-vs-korea-utara/
[16]http://indonesianvoices.com/index.php?option=com_content&view=article&id=185:perbandi-ngan-kekuatan-korea-utara-dan-korea-selatan&catid=1:latest-news&Itemid=50
[17] http://indonesianvoices.com/index.php?option=com_content&view=article&id=185:perbandi-ngan-kekuatan-korea-utara-dan-korea-selatan&catid=1:latest-news&Itemid=50
[22] Tuhana Taufiq A, Agus Surata. Runtuhnya Negara Bangsa. (2002. Yogyakarta: UPN “Veteran” Yogyakarta Press) Hal. 186-187
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGANNYA, DIMOHON KOMENTARNYA YA KALAU ADA YANG SALAH...
FIGHTING SOUTH KOREA!! ^_^